Dalam terminologi orang Yunani itu, waktu dibagi dalam dua Kronos dan Kairos. Kronos lebih kepada hitungan kuantitatif seperti jam, menit, detik. Sekarang kita tahu, dari mana istilah kronologis berasal. Sementara Kairos lebih kepada sifat-sifat yang kualitatif. Kronos bisa kita dapatkan secara berulang, tapi tidak dengan Kairos. Jika kita melewatkan satu menit Kronos, kita masih memiliki kesempatan untuk mendapatkan satu menit yang lainnya, tapi tidak dengan Kairos dari satu menit yang kita lewatkan tadi.
Waktu satu menit sangat pendek dalam hitungan Kronos, tapi bisa jadi bernilai tinggi secara Kairos. Tersenyum hanya butuh sekian detik saja, tapi bisa memberi dampak positif yang luar biasa. Mengucap salam kepada sesama mungkin hanya butuh waktu kurang dari lima detik, tapi Kairosnya bisa membuat orang lain menjadi seperti saudara.
Kronos saya sebagai guru sudah kurang lebih 13 tahun dan mungkin akan masih akan terus berlanjut ke depannya. Tapi dari sisi Kairos, ada banyak hal yang dulu menjadi pelajaran penting agar semakin hari semakin membaik.
Salah satunya adalah keterampilan mendengarkan. Dulu, saya mudah sekali untuk marah kepada siswa apabila ada kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan. Kelihatannya menyelesaikan masalah, tapi ternyata tidak untuk jangka panjang. Seiring berjalannya waktu, saya belajar bahwa sikap itu tidak pernah menyelesaikan permasalahan. Bahkan cenderung menguras energi. Dan ini secara saintifik membuktikan ketidakmampuan kita dalam mengelola emosi atau diri. Saya harus meningkatkan kairos saya.
Akhir-akhir ini, saya lebih banyak berdialog dan mendengar apabila saya mendapati siswa saya melakukan kesalahan atau ketika mereka berbuat sesuatu yang tidak dibenarkan oleh norma. Dalam bahasa guru penggerak ini disebut resitusi. Inti dari restitusi yang saya pahami memanglah sebuah proses dialogis, bukan ujung-ujung menghakimi atau menjadi petugas penegak dan penjaga ketertiban.
Apakah dengan pendekatan semacam itu permasalahan terselesaikan. Tentu saja tidak, tapi yang saya yakini tarbiyah itu adalah proses yang berulang-ulang. Sama seperti ayat-ayat yang sering kita baca, banyak pengulangan. Jadi pada akhirnya pilihan ada di tangan kita, apakah mau mengambil jalur yang menguras energi namun secara saintifik tidak membuahkan hasil optimal, ataukah jalur yang lebih “humanis” yang dalam penelitian didapatkan bahwa orang yang didengarkan, mereka menjadi tidak terlalu defensif dan lebih reflektif—dan mengembangkan pandangan yang tidak terlalu ekstrem.
Kronos terus berjalan, kairos harus meningkat.
Fabiayyialaa irabbikumaa tukadzibaan …

Referensi: