Salah satu cerita pengantar tidur favorit saya yang sering dibacakan oleh Papa adalah kisah nabi Yusuf. Nabi yang diuji oleh Allah sejak dari kecil dengan cara dibuang oleh saudara-saudaranya, menjadi budak, dipenjara, menafsirkan mimpi, hingga diangkat menjadi bendahara kerajaan yang pada akhirnya dia harus mengatur keuangan negara.
Saya membayangkan betapa susahya nabi Yusuf menghitung saat itu karena belum ada alat bernama kalkulator. Di zaman nabi Yusuf, mengitung ternak dan hasil panen mungkin hanya bisa dilakukan dengan menggunakan jari tangan dan kaki, atau mungkin batu kerikil, atau bahkan cangkang-cangkang kerang. Jangankan kalkulator, angka tertulis pada saat itu mungkin masih belum ada. Meskipun ini masih diperdebatkan karena konon katanya orang-orang Mesir sudah mengenal angka yang berupa hieroglif. Tapi yang pasti satu, kalkulator belum ada.
Lalu, seiring berkembangnya peradaban manusia, kita kemudian membuat alat untuk memudahkan kita dalam menghitung, alat itu disebut sebagai abakus, bahasa saya waktu kecil adalah kecrekan, atau pernah juga dikenal sebagai sempoa. Dulu sempat minta papa untuk belikan abakus ini meskipun pada akhirnya berfungsi sabagai alat penyalur imajinasi misal dengan membuat gunung-gungan dari abakus, atau membagi keping-keping dalam abakus menjadi dua bagian segitiga siku-siku dengan jumlah keping yang sama di masing-masing bagian, bagi teman masa kecil saya yang sangat kreatif, abakus menjadi alat musik pengganti tamborin. Itulah kami mengenalnya sebagai “ecrekan”
Semakin maju peradaban semakin berkembang pula alat bantu hintung mulai dari yang ditemukan oleh Wilhelm Shickard yang hanya bisa melakukan operasi penjumlahan saja, oleh Blaise Pascal yang mulai bisa menambah, mengurangi, membagi, dan mengalikan. Hingga kalkulator modern miliki perusahaan Casio yang sudah super canggih bisa melakukan operasi hitung dan membuat grafik di tahun 1985.

Setahun setelah itu, 3 April 1986, seperti yang diberitakan oleh Washington Post “6.000 guru matematika bergerak di sekitar hotel Sheraton Washington dan Shoreham, membawa tas yang dihiasi logo penerbit dan menghadiri seminar seperti “Strategi Heuristik dalam Menulis Prosedur Logo Rekursif” dan “Motivasi bukanlah Kata Tabu,” para demonstran berkumpul di luar untuk memprotes penggunaan kalkulator di kelas-kelas dasar. John Saxon, seorang penerbit buku matematika dan mantan guru matematika di Oklahoma, bersama sekitar 20 orang lainnya membawa spanduk yang bertuliskan “Tombol Tidak Berguna Sampai Otak Dilatih” dan “Hati-hati: Penggunaan Kalkulator yang Prematur Dapat Merugikan Pendidikan Anak Anda.”
Mereka sedang memprotes kebijakan National Council of Teachers of Mathematics yang merekomendasikan integrasi kalkulator ke dalam program matematika sekolah di semua tingkatan kelas dalam pekerjaan kelas, tugas rumah, dan evaluasi. Kebijakan tersebut menekankan bahwa pada setiap tingkat kelas, setiap siswa harus diajarkan cara dan kapan menggunakan kalkulator.
Entah kenapa penggunaan alat bantu dalam pembelajaran ini menjadi momok dalam pendidikan, termasuk tentunya di Indonesia. Dari generasi saya hingga generasi saat ini, kita masih saja melarang penggunaan kalkulator di dalam kelas. Alasannya adalah melatih anak untuk berpikir menggunakan otaknya. Saya semakin tidak mengerti, apakah lantas dengan menggunakan kalkulator anak-anak tidak menggunakan otak mereka untuk berpikir.
Saya mengira itu bukan alasan sesungguhnya, asumsi saya mengenai alasan sesungguhnya kenapa alat bantu seperti kalkulator itu tidak boleh digunakan di dalam kelas adalah karena ujian-ujian yang para peserta didik akan kerjakan seperti ulangan harian, ulangan semester, ulangan akhir tahun, ujian sekolah, bahkan ujian nasional tidak memperbolehkan menggunakan kalkulator. As simple as that. Selama ini, kita dorong anak-anak belajar dalam rangka agar lulus ujian. Dan di dalam ujian itu tidak diperkenankan menggunakan alat bantu kalkulator. Ujian yang “konon katanya” untuk mengukur pengetahuan peserta didik. Tentu akan aneh di era saat ini seseorang menggunakan teknologi dan internet dalam pembelajaran atau penilaian disebut sebagai sebuah kecurangan, sementara setiap hari kita menggunakan teknologi penunjuk jalan yang terkoneksi dalam jaringan internet agar kita tidak tersesat. Sugata Mitra dalam presentasinya membuat sebuah candaan “Anda boleh menggunakan internet di manapun dan kapanpun, tetapi tidak pada saat ujian.
Kita harus keluar dari paradigma lama ini. Saat ini tidak hanya kalkulator, peradaban kita secara ekponensial mengalami kemajuan sejak era internet. Anything is online. Semuanya serba dalam jaringan. Dan peserta didik dapat belajar apapun lewat media tersebut. Tentu saja, akhir-akhir ini kita juga dihebohkan oleh kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) yang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan, yaitu ChatGPT. Dan hal ini sudah menjadi apa yang disebutkan oleh Ki Hajar Dewantara sebagai Kodrat Zaman. Anak-anak hidup di zaman digital, dan tidak mungkin kita memisahkan mereka dengan kodrat zaman ini. Kalaupun kita paksa, ini akan menjadi salah satu hambatan yang membuat siswa enggan belajar.
Beberapa sistem menyambut kehadiran kalkulator dan chatGPT dengan tangan terbuka. Cambridge Exam memperbolehkan penggunaan kalkulator dalam ujian, International Baccalaureate (IB) juga memperbolehkan penggunaan ChatGPT dalam ujian essay mereka asalkan dengan menyebutkan referensi. Yang menjadi pertanyaan, sekolah kita kapan?
Referensi
- Math Teachers Stage a Calculated Protest diakses di https://www.washingtonpost.com/archive/local/1986/04/04/math-teachers-stage-a-calculated-protest/c003ddaf-b86f-4f2b-92ca-08533f3a5896/
- ChatGPT allowed in International Baccalaureate essays diakses di https://www.theguardian.com/technology/2023/feb/27/chatgpt-allowed-international-baccalaureate-essays-chatbot
- Who invented calculator? diakses di https://www.javatpoint.com/who-invented-calculator
- When can I use a calculator and what calculators are acceptable? diakses di https://help.cambridgeinternational.org/hc/en-gb/articles/115005425605-When-can-I-use-a-calculator-and-what-calculators-are-acceptable-