Mengenali Titik Buta dengan “Mendengarkan”

Tahun 1954, Graham Vivian Sutherland diminta Dewan Rakyat Britania Raya untuk melukis Winston Churcill. Agar mendapatkan hasil yang terbaik, Sutherland yang merupakan pelukis realistik yang masyhur saat itu, melakukan berbagai macam riset mulai dari alat dan bahan untuk melukis, hingga meminta wajtu untuk mengobservasi objek lukisannya yang tidak lain dan bukan adalah Perdana Menteri Inggris saat itu yang menjabat untuk kedua kalinya. Churcill sendiri dianggap pemimpin Inggris yang sukses, terutama setelah kemenangan negara Ratu Elizabeth itu memenangkan perang dunia.

Setelah melalui proses riset yang panjang, Sutherland akhirnya berhasil membuat lukisan yang menurutnya mampu menggambarkan Churchill sebagai sosok yang keras dan tangguh. Akhirnya pada taanggal 20 November 1954, lukisan itu pertama kali diperlihatkan kepada istri dari Churchill yaitu Lady Spencer. Sang istripun cukup puas dengan lukisan bergambar suaminya. Kemudian dia menunjukkan lukisan itu kepada suaminya.

Namun, Churchill merasa lukisan itu bukan gambaran dari dirinya yang sesungguhnya. Ia melihat sosok yang kotor dan ganas. Ia menceritakan itu kepada dokter pribadinya. Selain itu ia melihat pribadinya dalam lukisan seperti seorang pemabuk yang baru bangun dari selokan. Chrurcill pun menginginkan agar lukisan itu tidak dipamerkan. Namun, salah seorang Dewan Rakyat Inggris, Charless Doughty, membujuk Churchill agar mau memamerkan lukisan itu karena sudah didanai oleh parlemen dan menghindari hal-hal yang tidak menyenangkan di kemudian hari. Singkat cerita setelah proses pameran lukisan itu, Churchill meminta agar lukisan itu di kirim di kediamannya di Kent. Dan setelah itu lukisan itu tidak pernah terlihat lagi sampai saat ini. Konon katanya, Churchill meminta sekretarisnya untuk membakar lukisan itu.

Lukisan Winston Churchill oleh Graham Sutherland

Dalam dunia psikologi, apa yang dialami oleh Churchill dalam penolakannya terhadap lukisan yang menggambarkan dirinya sebagai titik buta (blind spot). Hampir sama seperti di dalam dunia otomotif, titik buta adalah sebuah titik di mana kita tidak bisa melihat kendaraan atau sesutau apapun baik di depan, di samping, atau di belakang kita. Kita membutuhkan orang lain, untuk memberi tahu kita bahwa ada sesuatu di belakang, samping ataupun depan kendaraan kita. Sutherland sudah mencoba semaksimal mungkin untuk membuat lukisan Chrurchill, dan sudah mendapatkan persetujuan dari istri Churchill. Tapi tetap saja Churchill menolak kenyataan itu.

Setiap kita memiliki titik buta masing-masing (Rea, 2015). Titik buta bukanlah kelemahan, tetapi memang hal yang wajar. Dan seperti teori-teori yang sudah ada kita membutuhkan bantuan orang lain untuk mengingatkan tentang titik buta itu. Namun tidak sedikit dari kita seperti Churchill, yang enggan bahkan menolak realita yang ada. Kita memposisikan diri, di mana orang lain juga menjadi enggan untuk mengingatkan titik buta kita itu. Hal ini sangat berbahaya, karena tidak menyadari titik buta itu, kita bisa menabarak kendaraan yang ada di belakang kita. Selain membuat kendaraan kita sendiri rusak, hal ini juga mengurangi kepercayaan orang bahwa kita adalah pengemudi yang baik.

Dalam artikelnya di Harvard Business Review, Grant (2021) menjelaskan hal utama yang menyebabkan sulitanya mengingatkan titik buta seseorang adalah sifat arogannya. Grant menyebutkan “Kita semua pernah bertemu dengan pemimpin yang terlalu percaya diri: Mereka tidak tahu apa yang tidak mereka ketahui. Jika Anda menyebut ketidaktahuan mereka secara langsung, mereka mungkin bersikap defensif.”. Bagi saya pribadi, arogansi ini adalah akibat saja. Sebenarnya penyebab utama dari munculnya arogansi adalah pengalaman. Banyak dari kita merasa memiliki lebih banyak pengalaman dari orang lain. Hal ini juga mendorong kita bahwa pendapat orang lain adalah pendapat orang yang sedikit pengalaman dari kita. Sehingga kita sering acuh dan menolak pendapat tersebut. Padahal dunia berubah, bisa jadi pengalaman kita tidak lagi memiliki pengaruh apapun di dunia yang sedang kita tinggali saat ini. Kondisi semacam ini membentuk lingkungan yang enggan memberikan umpan balik yang nyata. Orang-orang di sekitar kita akan cenderung menyampaikan sesuatu yang kemungkinan besar kita terima. Sementara hal-hal negatif akan disimpan di bawah tanah, yang akan menjadi bom waktu, yang ledakannya bisa meluluhlantakkan rumah kita.

Latihan paling dasar agar orang mau mengingatkan titik buta kita adalah dengan meningkatkan kemauan kita untuk mendengarkan. Mendengarkan di sini berarti mendengarkan untuk memahami persoalan, bukan mendengarkan untuk segera menyerang balik tentang pendapat yang disampaikan. Kadang hal yang kita dengarkan cenderung tidak enak di telinga kita, tapi bisa jadi itu sesuai dengan realita yang ada. Terkadang, belum sampai selesai seseorang menyampaikan pendapat dan memberikan umpan balik, kita sudah menerkam mereka dengan karakter kita yang cenderung defensif.

Sebagai seorang pemimpin, tugas kita  adalah mendorong orang lain di sekitar kita untuk terbuka dan jujur ​​tanpa konsekuensi negatif. Mendengarkan akan menuntun kita pada kesadaran dan pertumbuhan pribadi. Jika kita tidak mendengarkan, kita tidak akan tumbuh. Selain itu, ketika orang lain menawarkan ide dan pendapat berbeda – kita harus mampu berpikiran terbuka. Mendengarkan orang lain merupakan hal yang berharga karena raelita yang ada bisa jadi sangat berbeda dari apa yang mungkin kita pikirkan.

Jika kita merujuk pada ajaran agama maka kita juga akan menemukan peringatan yang sama tentang hal ini. “Dialah Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati“. (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur (Q.S. Al-Mulk/ 67: 23). Pendengaran selalu menjadi indera pertama yang disebutkan. Saya meyakini hal ini bukan disebutkan secara random, tetapi mengandung makna bahwa betapa kita diminta untuk memperhatikan apa-apa yang kita dengarkan. Dalam ayat lain juga disebutkan “Sesungguhnya kami, tatkala air telah naik (sampai gunung) kami bawa (nenek moyang) kamu ke dalam bahtera, agar kami jadikan peristiwa itu peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar,” (Al-Haqqah: 11-12).

Betapa kita membutuhkan orang lain untuk mengenali titik buta kita. Jangan menunggu karir hancur, perusahaan bangkrut, dan rumah tangga berantakan karena kita menciptakan situasi di mana orang-orang sekitar kita enggan untuk mengingatkan kita. 

Heinz Guderian

Heinz Guderian lah sebenarnya pengkonsep blitzkrieg atau serangan cepat, bukan Adolf Hitler. Guderian pula penggagas pasukan panser Jerman. Setelah serangan ke Polandia, ia mengingatkan Hitler agar tidak melanjutkan serangan ke Uni Soviet. Ia menjelaskan mengenai tantangan medan yang sulit untuk tim panser, dan tentunya musim dingin yang panjang. Karena arogansi dan kesuksesan sebelumnya, Hitler menolak usulan itu. Ia tetap memerintahkan blitzkrieg hingga ke Uni Soviet. Dan hasilnya seperti yang kita saksikan bersama, Jerman kalah dalam perang dan negaranya harus dibagi menjadi dua. 

Tinggalkan komentar