
Sulastri mendapati anaknya, Poniman, sudah dalam tahap parah kecanduan permen. Gigi anak berusia 6 tahun itu sudah gigis parah. Ibunya khawatir. Seribu satu cara sudah dilakukan. Bahkan dokter gigipun gagal menyadarkan anaknya untuk berhenti mengkonsumsi permen.
Sulastripun pasrah, setelah usaha-usaha lahiriyah ia lakukan demi anaknya berhenti mengkonsumsi permen, ia ingin mencoba usaha alternatif, usaha batiniyah.
Sulastri datang ke rumah kyai Husen. Harapannya kyai Husen seorang guru dan teladan di kampung itu bisa memberikan pemahaman kepada Poniman. Kyai Husen juga terkenal dengan doanya yang mujarab. Paling tidak, Sulastri akan meminta beliau untuk mendoakan anaknya agar segera bisa berhenti mengkonsumsi permen.
Setibanya di kediaman kyai Husen. Sulastri dan anaknya dipersilahkan masuk. Di sana juga ada nyai Darsinem, istri Kyai Husen. Tanpa banyak basa-basi Sulastri langsung mengutarakan kegelisahannya kepada sang kyai.
“Kyai, ini anak saya Poniman. Dia sangat senang sekali makan permen sampai giginya habis. Tolong diberikan nasihat kepada Poniman agar dia berhenti mengkonsumsi permen. Atau mungkin kyai punya doa-doa yang bisa membuat anak berhenti makan peren.”
Kyai terdiam untuk sesaat. Beliau nampak berpikir dan mengingat-ingat sesuatu. Semua orang di ruangan terdiam. Kecuali Poniman yang asik menikmati kue buatan nyai Darsinem.
Sang Kyai kemudian melihat Poniman. Di dalam hatinya, Sulastri membatin dan bersuykur “Alhamdulillah, rupanya kyai mau memberikan nasihat ke anakku.”
Akhirnya sebuah kalimat keluar dari mulut sang kyai “Kamu, dua minggu lagi kembali ke sini ya!”
Sulastri nampak kaget dengan pernyataan kyai. Ia mengira waktu dua minggu itu digunakan oleh kyai untuk meminta petunjuk kepada tuhan. Ia pun pamit pulang.
Poniman masih saja terus mengkonsumsi permen. Dengan optimis ia berkata kepada Poniman “Udah, manfaatin. Ini minggu-minggu terakhirmu makan peremen le!”. Waktu dua minggu setelah pertemuan dengan kyai Husen telah berlalu. Sulastripun kembali ke rumah kyai Husen.
Kyai terdiam untuk sesaat. Beliau nampak berpikir dan mengingat-ingat sesuatu. Semua orang di ruangan terdiam. Kecuali Poniman yang asik menikmati kue buatan nyai Darsinem.
Sang Kyai kemudian melihat Poniman. Di dalam hatinya, Sulastri membatin dan bersuykur “Alhamdulillah, setelah dua minggu rupanya kyai mau memberikan nasihat ke anakku.”
Akhirnya sebuah kalimat keluar dari mulut sang kyai “Kamu, dua minggu lagi kembali ke sini ya!”
Kali ini, Sulastri lebih kaget lagi. Ternyata kyai masih membutihkan tambahan waktu dua minggu lagi untuk bermunajat kepada tuhan. Demi masa depan anaknya, Sulastripun mengiyakan dan pamit pulang.
Dua minggu kemudian, di rumah kyai Husen, suasananya masih sama dengan dua minggu yang lalu. Ada kyai Husen dan istrinya. Tapi kali ini kyai Husen tidak seperti biasanya. Ia lebih banyak senyum. Dari gaya duduk dan ekspresi wajahnya, sepertinya kyai Husen menemukan solusi permasalahan Sulastri.
Setelah poniman dan sulastri duduk kyai Husen pun memulai nasihatnya. Nasihat yang sangat singkat. “Poniman, kamu berhenti makan permen ya le …!”
Sulastri pun terkejut. Ia mengira nasihat yang akan diberikan kyai Husen semacam nasihat-nasihat para motivator di TV atau semacam sugesti-sugesti yang katanya bisa membuat orang berhenti kecanduan terhadap sesuatu. Nasihat sederhana nan singkat, yang sebenarnya bisa dikatakan oleh semua orang.
“Sudah itu saja kyai?” tanya Sulasatri
“Inggih …” jawab kyai.
“Kok, untuk nasihat sesederhana itu saya harus menunggu dua minggu di kali dua kyai? mohon maaf saya penasaran saja.” tanya Sulastri.
“Iya, jadi sebluan yang lalu, saya juga termasuk orang yang suka makan permen. Jadi saya takut memberikan nasihat ke Poniman untuk tidak makan permen. Jadi waktu dua minggu pertama saya manfaatkan untuk belajar berhenti makan permen. Ternyata belum bisa. itulah kenapa saya meminta waktu dua minggu lagi ke panjenengan. Alhamdulillah, InhsaAllah sekarang saya sudah berhenti dari kecanduan permen. Dan saya siap untuk menasihati Poniman. Nah, nasihat saya ya itu tadi.
Dalam perjalanan pulang ke rumah Sulastri sebenarnya jengkel dan mengumpat, tapi dia segera berisitghfar. Karena yang disampaikan kyai Husen juga benar. Dan yang ajaib, setalah itu, Poniman tiba-tiba merasa mual tiap kali memakan permen. Sehingga akhirnya ia pun berhenti makan permen.
Kita para Guru, jika kita menemukan murid kita masih belum rajin belajar, jangan-jangan kita juga malas belajar dan mengupgrade kompetensi kita. Nahasnya kita sering teriak-teriak tentang kejujuran kepada para murid kita, tapi yang menjadi pertanyaan “Sudahkah kita menjujung tinggi prinsip kejujuran dalam setiap hal yang kita kerjakan?”
#JujurBerkah
#StopManipulasi
#BerbudiBerprestasi
Keterangan Gambar: Permen dalam foto tidak ada kaitan dengan permen yang dikonsumsi Poniman dengan Kyai Husen. Permen ini saya temukan di sebuah toko di negara yang menjajah Indonesia 350 tahun itu