Cerita 1: Assalamualaikum Jepang

Ini kedua kalinya aku pergi Jepang, negara matahari terbit, yang tidak hanya terkenal karena kemajuan teknologinya, tetapi juga kebersihan lingkungannya serta keramahan penduduknya. Sedangkan bagi Nurul, ini pengalaman pertamakali pergi ke negeri sakura, meskipun kami sama sama sekali tidak menemukan bunga sakura. Karena kunjungan kami kali ini bertepatan dengan musim gugur.

Kota berlabuh kami setelah perjalanan 7 jam dengan maskapai AirAsia -yang sangat “murah meriah” itu- adalah Tokyo. Narita Airport menyambut kami dengan hujan gerimisnya. Hujan adalah rahmat yang harus kita syukuri, tapi untuk kali ini kami berdoa agar hujan turun di malam hari saja sehingga kami bisa menikmati safar kami kali ini.

Jarak bandara Narita cukup jauh dari pusat kota Tokyo. Transportasi yang paling murah dan terjangkau untuk pelancong minimalis seperti kami adalah shuttle bus. Ada beberapa jenis shuttle bus dan limousine. Kami memilih yang termurah yang harganya 900 yen atau sekitar 110.000 rupiah. Tiket dapat dibeli di depan pintu kedatangan bandara Narita.

IMG_1205

– Nurul sedang menunggu bus –

Perjalanan dengan bus menuju pusat kota tokyo menempuh waktu kurang lebih 1 jam. Kami berhenti di depan stasiun Tokyo bagian Yaesu. Mendung masih menyelimuti Tokyo sore itu. Menggunakan google map kami mencoba menemukan lokasi hostel tempat kami menginap selama 5 hari di Tokyo, yaitu Train Hostel Hokutosei. Selain murah hostel ini kami pilih karena memiliki fasilitas yang lengkap seperti coin laundry, dapur, dan kamar mandi terpisah antara laki-laki dan perempuan. Selain itu lokasi hotel yang dekat dengan stasiun kereta juga menjadi salah satu pertimbangan.

Jarak dari halte bus ke hotel adalah sekitar 2 kilometer. Google map mengestimasi waktu tempuh sekitar 25 menit. Kami pun berjalan menyusuri lorong dan jalan di bawah gedung-gedung tinggi kota Tokyo. Di sela-sela gedung itu, kami menjumpai shrine (kuil agama shinto). Ini menunjukkan bahwa meskipun sudah sangat maju, masyarakat Jepang masih menjaga tradisi leluhur mereka.

IMG_1221

– Shrine di antara gedung-gedung tinggi di pusat kota Tokyo –

Gerimis yang tak kunjung reda memaksa kami untuk mampir ke salah satu minimarket guna membeli payung. Harganya 500 Yen. Payung inilah yang nantinya menemani perjalan kami mengelilingi ibu kota Jepang karena menurut perkiraan cuaca hanya 1 dari 5 hari perjalanan kami di Tokyo akan menemui matahari bersinar cerah.

Setelah kurang lebih 30 menit berjalan kaki, akhirnya kami sampai di hostel. Resepsionisnya “cukup” lancar berbahasa Inggris, sehingga memudahkan komunikasi. Dia menyodorkan secarik kertas berisi peraturan hotel dalam bahasa Inggris yang harus saya tanda tangani. Setelah memberikan password pintu kamar, ia mempersilahkan kami untuk masuk ke dalam kamar. Kamar kami berada di lanati 4 untuk mixed dormitory. Hal yang pertama selalu kami lihat ketika menginap di hostel adalah kamar mandi. Dan kami takjub dengan kamar mandi hotel ini. Meskipun murah, tetapi sangat bersih. Dulu Nurul hanya bisa mendengar dari ceritaku saja tentang bersihnya toilet dan kamar mandi di Jepang. Sekarang ia menyaksikan dan merasakannya sendiri. Ini benar-benar Jepang. Ini bukan mimpi. Sambil membuka jendela kamar hotel ia mengucap “Assalamualaikum Jepang”

Tinggalkan komentar