Akhirnya London Juga

Bagi kami orang Indonesia, belum lengkap ke Inggris tanpa foto di bawah jam besar bernama Big Ben. Untuk itu beberapa hari setelah tiba di Manchester dan mumpung semua “tugas” pra kuliah sudah selesai maka kami memutuskan untuk pergi ke London.

Kami mendapatkan tiket murah National Express dengan harga £20 untuk 2 orang pulang pergi. Berangkat sekitar pukul 05.20 waktu Manchester Coach Station kami tiba di Victoria Coach Station pukul 09.30. Perjalanan kurang lebih selama 4 jam disuguhi luasnya peternakan sapi di kanan dan kiri jalan tol yang kami lalui.

DSCF7698

London katanya menjadi salah satu kota dengan biaya hidup termahal di dunia. Aku mencoba membuktikannya. Membandingkan dengan Singapura. Memang benar adanya. Dari sisi transportasi misalnya, mereka memiliki variabel zona dan juga variabel waktu. Semakin jauh kita keluar dari zona 1 (pusat kota) maka semakin mahal biaya yang kita keluarkan pun itu berlaku untuk tiket terusan. Pun apabila kita menggunakan moda transport di jam-jam sibuk maka itu lebih mahal daripada kita menggunakannya saat jam-jam biasa. Air putih di botil tanggung di Manchester bisa kita dapatkan dengan harga £0,20. Sementara di London aku harus mengeluarkan uang £1 pound dengan kurs waktu itu Rp 18.000. Harga yang fantastis. Bagiku hal ini sudah membuktikan bahwa benar adanya jika LPDP harus membedakakan biaya bulanan mahasiswa yang kuliah di London dengan mereka yang berada di luarnya.

Tujuan pertama kami setiba di sana adalah Buckingham Palace. Selain untuk mengunjungi Ratu Elizabeth, Nurul juga mau ketemu sahabat lamanya Kate Midlleton. Karena di lihat dari City Mapper, lokasinya tidak terlalu jauh dari Victoria Coach Station. Setelah sempat kebingungan akibat London yang terlalu ramai dan banyak pembangunan sedang berlangsung di sana sehingga banyak jalan yang ditutup, akhirnya kami tiba juga di istana Ratu Inggris tersebut. Bayangan kami kami akan leluasa berlarian di lapangan Victoria sambil foto-foto dengan penjaga istana yang fenomenal itu. Bayangan tinggallah bayangan, gerombolan manusia sudah menyesaki lapangan Victoria. Dari sela-sela ketiak turis domestik (karena berambut pirang) kami mengintip prosesi pergantian penjaga istana. Kami menyaksikan pria berbaju merah dan bercelana hitam dengan topi uniknya melakukan parade. Itu semua sekali lagi dari sela-sela ketiak para turis domestik itu.

Setelah dari istana Buckingham, kami meleawati Saint James Park menuju ke Big Ben. Hujan mulai turun membuat badan kami semakin menggigil. Beberapa saat kemudian kami mendengar dentuman-dentuman lonceng yang tiada henti. Kami menuju ke arah di mana suara lonceng itu berbunyi. Setelah menlewati kerumunan kami melihat sebuah tower dengan jam berada diatasnya. Kami menyaksikan Big Ben. Ikon kota London. Ibu Kota Inggris. Kami telah sampai di menara ini.

Kami mulai kelelahan. Perut kami belum terbiasa dengan roti gandum yang merupakan makanan pokok di sini. Tenggorokan ku pun terasa kering mungkin efek dari cuaca dingin di sini dan juga karena beberapa waktu yang lalu aku mengkonsumsi air dari kran yang memiliki kalsium tinggi. Kami berjalan menuju ke hotel kami di Holland Park. Dari peta letaknya tidak begitu jauh dari istana Buckingham. Kami hanya perlu lewat membelah Hyde Park. Bayangan kami, taman kota adalah taman seluas taman Sritanjung atau Blambangan di Banyuwangi. Nyatanya Hyde Park ini seluas kecamatan Banyuwangi dan parahnya kami tersesat di dalamnya. Perjalanan yang jika menurut Google bisa ditempuh dengan berjalan kaki selama 25 menit, berubah menjadi 1 jam. Hingga akhirnya kami menemukan tempat menginap kami di Safestay Holland Park yang ternyata letaknya juga di tengah taman kota.

Bagian terpenting dari setiap perjalanan kami adalah singgah di rumah Indonesia. Mendengarkan nasihat dan cerita dari orang-orang yang sudah jauh lebih lama tinggal di sini. Tentang hidup dan perjuangan mereka. Kali ini kami berkesempatan berkunjung ke rumah mas Budi. Dia bekerja di toko kebab di London selama 18 tahun. Kami diminta untuk menikmati sarapan yang sudah disediakan. Aku bahkan makan dua kali. Karena itu nasi terlezat yang pernah saya nikmati. Benarlah Rasulullah menasehati agar makan di kala lapar dan berhenti sebelum kenyang. Yang alhamdulillah sudah saya tunaikan, namun sepertinya sulit untuk berhenti, kami menambah nasi kami masing-masing satu porsi.

IMG_20160913_070215

Mas Budi punya dua anak.Yang pertama kelas 2 SMP dan yang kedua kelas 2 SD. Namun kami hanya bertemu dengan Aziz, anak kedua mas Budi. Bahasa Inggrisnya anak itu sudah native. Senang bisa bercanda dan mengobrol dengan Aziz.

Banyak nasehat yang mas Budi sampaikan kepada kami. Yang paling saya ingat adalah agar kami tetap menjaga silaturahmi dengan warga Indonesia yang ada di Manchester nanti. Karena merekalah orang-orang yang akan sering kita repotkan ketika kita nanti membutuhkan bantuan. Di negeri orang berjuang bersama-sama dan memilki komunitas bisa mengurangi kerinduan dengan rumah (Indonesia).

Setelah itu kami melanjutkan perjalanan kami London Bridge dan London Tower. Lalu ke Stamford Bridge dan ke Emirates Stadium. Itu menjadi destinasi terakhir kami di London sebelum kembali ke hotel untuk kemudian kembali ke Manchester keesokan harinya.

Tinggalkan komentar