Kami menunggu bus di halte apartemen tempat kami menumpang untuk menginap. Mbak Yessi menyarankan kami untuk keliling Putrajaya terlebih dahulu sebelum pergi ke Kuala Lumpur. Selama ini memang yang samapai ditelinga kami bahwa Malaysia itu identik dengan Kuala Lumpur dan Menara Kembar Petronas. Perjalanan sehari ini sedikit memberi pencerahan bagi kami bahwa ada kota cyber bernama Putrajaya yang merupakan calon ibu kota Malaysia.
Bus mengangkut kami. Ketika kami ditanya sang sopir dengan menggunakan bahasa Melayu yang sangat cepat dan tidak kami mengerti kami menjelaskan “We just want to go around Putrajaya, just for sightseeing.”
Kesan pertama kami ketika berkeliling Putrajaya adalah kota yang sangat artistik. Gedung gedung bergaya perpaduan antara Eropa dan Arab menghiasi sepanjang jalan kota ini. Banyak kami temukan kantor pusat pemerintah yang sering dikenal dalam bahasa Malaysia sebagai Ibu Pejabat. Paling unik adalah Ibu Pejabat Boomba dan Penyelamat Malaysia
Taman-taman di Putrajaya dilengkapi dengan fasilitas kamar mandi dan toilet yang sangat bersih. Terlihat pembangunan-pembangunan di beberapa sudut kota. Jalan-jalan besar memanjang mengelilingi seluruh kota. Jembatan-jembatan dengan nilai artistik kelas wahid juga menjadi spot yang tidak kalah menarik. Danau buatan juga melintang seperti sungai. Danau itu muncul karena dulu kota ini merupakan tempat penambangan timah di Malaysia.
Setelah puas keliling Putrajaya kami menuju ke Kota Berikutnya. Kuala Lumpur. Dari Putrajaya kami naik KL transit menuju KL Sentral. Tarifnya 8 Ringgit per orang dengan lama perjalanan kurang lebih 1 jam.
Baru saja kami keluar dari stasiun KL Transit di KL Sentral, kami sudah menjumpai keramaian yang tidak kami temukan selama di Putrajaya. KL memang penuh, padat, dan berjubel. Dan kebanyakan yang saya jumpai adalah para pelancong dan backpacker. Kami benar-benar membuktikan berita bahwa jumlah turis di Indonesia masih kalah dengan turis di Malaysia. Kami sudah beberapa kali ke Bali yang merupakan pulau dengan dengan destinasi wisata terpadat di Indonesia, hanya saja secara kasar kami menyaksikan turis di Kuala Lumpur jauh lebih padat dan lebih banyak dari pada turis di Bali. Satu alasan terbesar termasuk bagi kami yang sedang berkunjung ke sana adalah sarana transportasi yang memadai.
Untuk keliling Kuala Lumpur kita bisa mulai dari KL Sentral yang merupakan hub dari kota ini. Semua saranan transportasi mulai dari MRT, LRT, Monorail, Kereta Api, Bus, dan sebagainya di buat melewati KL Sentral Jadi dari sini kita bisa mengambil sara transportasi apapun sesuai dengan tujuan dan pilihan kita. Sarana transportasi masal di Kuala Lumpurpun bisa dibilang cuku murah. Misalnya ketika kami hendak ke Batu Caves yang menempuh lama perjalanan kurang lebih 1 jam. Kami hanya perlu membayar 2 ringgit saja dengan fasilitas kereta yang sudah mewah.
Kami pun mencoba Bus Go KL yang memang dikhususkan untuk para turis. Meskipun juga tidak sedikit warga Malaysia yang memanfaatkan fasilitas ini karena satu alasan “GRATIS”. Bus GO KL lah yang membawa kami ke menara kembar Petronas, Pasar Seni, Masjid Jamek, Menara KL, Petailing, dan Dataran Merdeka. Meskipun gratis fasilitas di dalam bus jauh leih baik daripada Bus Way yang ada di Jakarta.
Seminggu kemudian kami baru tahu jika Mahatir Muhammad, sang mantan Perdana Menteri Malaysia pada saat menjabat dulu sudah mampu memprediksi bahwa Kuala Lumpur akan menjadi kota tumbuh dan padat, sehingga tidak kondusif untuk menjadi lokasi pusat pemerintahan Malaysia. Maka dari itu dia merubah lokasi tambang di Putrajaya menjadi sebuah kota Cyber dan selanjutnya menjadi pusat Pemerintahan Malaysia.
Di Indonesia, saya sarankan deh pak Presiden untuk melirik Banyuwangi untuk menjadikan “Putrajaya”nya Indonesia… 🙂