Kelelahan, kaki-kaki kami mulai terasa panas. Sementara aku merebahkan badan di kasur, Nurul sepertinya bersih-bersih diri dan menyiapkan pop mie.
Aku dibangunkannya dari tempat tidur. Lalu ia mulai menyuapiku. Dari jendela hotel, aku melihat langit yang lagi mendung. Sepertinya akan turun hujan.
Rencananya siang ini kami akan keliling kota dengan bus tingkat dengan atap terbuka. Akan batal acara yang sudah kami rencanakan jika hujan turun. Iseng dalam hati aku berdoa, bahwa aku tidak ingin membuat Nurul kecewa. Semoga hujan datang terlambat.
Nurul mengajakku untuk bersegera. Setelah mandi dan bersih-bersih kami keluar hotel menuju stasiun Aljunied yang berjarak kurang lebih 500 meter. Tak lupa kami bertemu “wanita jadi-jadian” di lobi hotel. Aku tidak berani mengarahkan pandanganku pada mereka.
Menurut jadwal bus terakhir berangkat dari Singapore flyer pukul 16.40 waktu Singapura. Sementara kami keluar dari hotel satu jam sebelumnya. Kami turun di Promenade. Yang menjadi acuan kami hanyalah Singapore Flyer. Keluar dari stasiun Promenade kami langsung berhadapan dengan bianglala yang super besar.
Ternyata halte funVee bus yang kami tuju berada tepat di bawah Singapore Flyer. Kami mempercepat langkah kami untuk bertemu dengan petugas loket bus tersebut. Di loket kami sempat diberitahu bahwa bus yang akan kami naiki adalah bus terakhir. Jadi apabila kami turun di suatu halte nanti, tidak akan ada layanan penjemputan bagi kami. Kami mengiyakan. Dan kami akan mengambil rute berputar. Dari Singapore Flyer dan kembali ke tempat yang sama.

Terik tak terasa panas. Sinar matahari sore kalah oleh cerianya wajah Nurul. Kurang lebih 2 jam kami memanfaatkan fasilitas city sight seing. Melewati bangunan-bangunan pencakar langit. Jalan-jalan bersejarah. Hingga tanah yang dulunya adalah laut (Baca: Reklamasi). Semuanya terlihat tertib. Mengikuti aturan-aturan yang ada. Yang melanggar tentunya akan di denda. Singapura juga terkenal dengan City of Fine.

Tak terasa kami sudah tiba di pemberhentian. Kembali kami memandangi Singapore Flyer. Mencoba membayangkan indahnya pemandangan dari atas sana. Hanya saja karena alasan keuangan kami tidak bisa menaikinya. Merasakan berada di dalamnya. Berputar 360 derajat dan melihat pemandangan Singapura dari atas sana. Nurul mungkin sekali ingin menaiki roda raksasa itu. Kami memutuskan hanya mengambil foto di bawah bianglala yang menjadi ikon Singapura itu.
Setelahnya kami memutuskan untuk kembali menuju stasiun kereta. Berhenti di stasiun Dhoby Ghaut. Tujuan wisata kami berikutnya adalah Raffles Palace. Katanya di sana tempat bersejarah, di mana gubernur pertama Singapura tinggal. Sir Stanford Raffless namanya. Sembari menyusuri tepian sungai Singapura. Mendekati Fullerton hotel yang sangat dijaga ketat. Ada patung anak-anak yang sedang mandi di sungai. Nurul juga sempat berbicara dengan beberapa patung yang ada di sana. Mungkin ia lelah terus lupa ingatan kalau yang ia ajak bicara adalah patung.

Dalam perjalanan kami juga bertemu dengan penjual es krim yang terkenal itu. Namanya Uncle Ice Cream. Kami membeli 2 potong es krim. Kalau di Indonesia namanya es potong hanya di kemas lebih menarik dengan harga yang relatif murah 1 dollar Singapura.

Sore menghilang. Petang pun menjelang. Di taman Esplanade kami duduk di bawah bintang-bintang yang agak malu menampakkan wajahnya. Nurul merebahkan kepalanya di bahuku Kami mendengarkan lagu Teman Sejati dari Brothers.

Selama ini, Kumencari-cari, Teman yang sejati
Buat menemani, Perjuangan suciBersyukur kini, PadaMu Ilahi, Teman yang dicari
Selama ini, Telah kutemuiDengannya di sisi, Perjuangan ini, Senang diharungi
Bertambah murni, Kasih IllahiKepadaMu Allah, Kupanjatkan doa
Agar berkekalan, Kasih sayang kitaKepadamu teman, Ku pohon sokongan
Pengorbanan dan pengertian, Telah kuungkapkan
Segala-galanya…KepadaMu Allah, Kupohon restu
Agar kita kekal bersatu, Kepadamu teman
Teruskan perjuangan, Pengorbanan dan kesetiaanTelah kuungkapkan, Segala-galanya
Itulah tandanya, Kejujuran kita