Singapore (Part 7): Singapore River dan Mbah Man

(Flash Back: Ketika berada di Jepang, aku bertemu kakek tua yang bekerja sebagai petugas kebersihan sekolah bahasa Jepang yang aku kunjungi. Salah seorang temanku memanggilnya mbah Man -dibaca Man seperti pada kata Rahman-. Tak ayal petugas kebersihan yang tua itu hanya mengangguk-angguk saja karena tidak mengerti bahasa yang kami gunakan. Dan baru aku tahu ketika pulang dari jepang sosok mbah Man yang sesungguhnya adalah kakek penjaga perlintasan kereta tanpa palang pintu yang berada di dekat temapat kami bekerja)

Aku baru ingat jika tiket STP yang kami beli adalah STP Plus. Jadi kami berhak untuk mendapatkan kesempatan naik Bumble Jet (sejenis perahu motor) dan Funvee (Bus Atap Terbuka)  masing-masing satu kali naik.

Tak jauh dari jembatan tempatku berdiri aku melihat perahu itu. Gambarnya sama persis dengan yang ada di peta MRT yang juga sekaligus brosur untuk kartu STP ku.

Ku tarik tangan Nurul segera. Dia tampak kebingungan. Aku ajak ia ke dermaga Bumble Jet terdekat. Aku bertanya kepada petugas dermaga apakah aku bisa menaiki peurahu berwarna hitam itu dari sana. Petugas mengijinkanku, dengan catatan aku harus memberikan kartu STP ku ke petugas di dermaga berikutnya untuk dicatat dan diberikan tiket resminya.

Perahu mulai berlabuh. Ia lewat di bawah jembatan helix. Di ujung timur sungai ini nampak tiang-tiang pancang terpasang. Menandakan akan lahirnya bangunan-bangunan baru di tepi-tepi sungai yang membelah Singapura itu. Dari sana dapat ku rasakan betapa Pemerintah Singapura terus membangun negerinya. Tak hanya untuk bisnis semata, tetapi juga sektor pariwisata. Itu terbukti dari pelayanan yang diberikan oleh petugas kapal itu. Begitu ramah.

Kami duduk di belakang bersama pasangan turis dari Jerman. Kami tak sempat berkenalan. Tapi Nurul sempat membantu mereka untuk mengambil gambar mereka di perahu tersebut. Cuaca semakin hangat seiring matahari semakin condong ke barat. Selfie menjadi menu kami berikutnya.

Rupanya perahu menuju ke dermaga Singapore Flyer. Kami memberikan kartu STP kami ke petugas. Namun petugas tersebut menjelaskan jika saya harus menukarnya di dermaga One Fullerton. Dermaga berikutnya.

Kami tiba di dermaga One Fullerton. Sang nahkoda mempersilahkan kami semua turun. Kami agak sedikit kebingunigan. Saling bertanya apakah secepat ini selesai tour sungai Singapura. Setelah turun ke dermaga aku bertanya ke petugas loket tentang Bumble Jet Tour sembari menunjukkan kartu STP ku. Lagi-lagi etugas loketnya orang India. Perempuan berambut cepak dan agak gemuk. Dengan bahasa Melayu dia menjelaskan bahwa kami berhak atas tiket keliling Singapore River. Kami juga mendapatkan peta Singapore River. Kami jadi tahu rute di mana saja perahu yang akan kami tumpangi berhenti.

Perahu berikutnya menepi di dermaga itu. Seorang pria Chinese keluar dari dalam perahu tersebut. Mengajak kami masuk. Ternyata dia adalah nahkoda dari perahu itu. Sudah tua memang. Dia berbicara dengan bahasa mandarin. Kami tidak mengerti. Bahasa tubuhnya lebih kami mengerti. Kami masih dengan pasangan turis asal Jerman. Hanya kami berempat. Mereka ada di dek belakang. Sedangkan kami di anjungan depan. Sedikit mirip dengan film Titanic.

Kami mulai berbincang dengan sang kakek tua nahkoda perahu dengan bahasa sebisanya. “Senyambungnya”. Ketika ia bertanya Malaysia kami jawab bahwa kami Indonesia. Dia menimpali dengan menyebut Jakarta. Kami menyanggah bahwa kami Surabaya. Sesuai penggunaannya. Bahasa adalah media komunikasi. Selama yang berbicara dan diajak berbicara memahami pesan yang disampaikan. Di sana fugsi bahasa berjalan lancar.

Dalam satu kesempatan ia mempersilahkan kami untuk mencoba mengemudikan perahu. Namun kami takut perahu akan menabrak. Kami hanya mau pinjam kursinya untuk bergaya saja. Tentunya lebih banyak dengan menggunakan bahasa tubuh dalam berkomunikasi. Sesekali kakek tersebut berbicara dalam bahasa Inggris. Tetapi Inggris tua, Karena hampir sebagian besar gigi beliau hilang alias ompong.

Kakek itu sangat baik. Ia menunjukkan kepada kami tempat-tempat menarik di tepi Singapore River. Mulai dari Esplanade, Raffles Place, Fullerton Hotel, dan Clark Quay. Bahkan sampai saat ini kami masih ingat bagaimana ia mengucapkan kata Clark Quay. Ia begitu bersemangat menghibur kami. Senyum semakin merekah dari bibir Nurul. Sang kakek menawarkan untuk memfoto kami berdua. Kami memberikan kamera kami. Sebagai gantinya Nurul juga ingin berfoto bersama sang kakek. Ia begitu suka dengan semangatnya. Meskipun sudah tua semangtanya dan dedikasinya untuk bekerja dan pekerjaanya masih tinggi.

Singapura memasuki waktu petangnya. Pemandangan semakin cantik. Setiap jembatan yang kami lewati di bawahnya mulai menunjukkan mulai hidup dengan hiasan lampunya. So Sparkling.

Kami masuk ke dalam kabin perahu. Aku menceritakan kisah mbah Man kepada Nurul. Aku bandingkan anatara mbah Man petugas kebersihan yang ada di Jepang, petugas perlintasan kereta api yang ada di Indonesia dan yang sedang kami temui saat itu di Singapura. Ya kami juga juluki sang kakek dengan sebutan mbah Man.

Perahu menuju dermaga akhir. Mbah Man menyampaikan bahwa ini pemberhentian terakhir. Dermaga One Fullerton. Tak lupa kami menjabat tangan mbah Man. Ucapan terimakasih aku sampaikan

“Terimakasih mbah Man…”

“Sama-sama…” jawab beliau.

Entah ia merespon dari alam bawah sadar atau dia tahu bahasa Indonesia. Aku kaget… dan Nurul Tertawa… namun itulah bagian terpentingnya.

Kami tetap berada di dermaga One Fullerton. Malam itu ditutup dengan pertunjukkan laser di Marina Bay Sands. Kami duduk di dermaga & menyaksikannya dari kejauhan.

Tinggalkan komentar